29 Maret 2015

Sengguruh, Kerajaan Otonom di Penghujung Masa Hindu-Buddha (4)

D. Pertahanan dan Adaptasi Ekologis Warga Kerajaan Sengguruh

Daerah Sengguruh dan sekitarnya dua kali menjadi basis perlawanan, yaitu pada masa akhir kerajaan Kadiri (XII M) dan akhir Majapahit – sekaligus awal Kasultanan Islam (XVI M). Bukan tanpa pertimbangan untuk memilihnya sebagai basis perlawanan sekaligus pusat pemerintahan kerajaan. Salah satu pertimbangannya adalah secara ekologis daerah ini cocok untuk keperluan pertahanan. Bagi pertahanan-keamanan, daerah Kepanjen hingga Sengguruh memiliki geostrategis yang dibutuhkan oposan Jenggala dalam menghadapi tekanan militer kerajaan Panjalu. Kala itu, sub-kawasan selatan Malang relatif terisolir oleh aliran sungai, hutan dan lokasinya di lembah hingga lereng Pegunungan Kapur (Kendeng) Selatan. Keterisolirannya tersebut justru menjadi kalkulasi ekologis bagi kepentingan pertahanan-keamanan ketika kerajaan dalam situasi konflik.

28 Maret 2015

Sengguruh, Kerajaan Otonom di Penghujung Masa Hindu-Buddha (3)

C. Menelisik Istana Sengguruh yang Raib

Jejak sosio-budaya masa lampau tidak senantiasa hadir lengkap dan jelas pada masa sekarang. Sebaliknya lebih sering tinggal berupa reruntuhan yang tak lengkap, fargmentaris, bahkan nyaris musnah. Kemungkinan terakhir ini menimpai kerajaan Sengguruh, yang sebenarnya terbilang besar dan kuat untuk ukuran jamannya (XVI M). Sejauh telah ditemukan di permukaan tanah, data artefaktual di dapati di dua lokasi, yakni di makam Desa Jenggolo serta di tempat yang tidak jauh (200-400 meter) dari pertemuan (tempuran) Kali Metro dan Brantas, yang masuk dalam wilayah Desa Jenggolo.

22 Maret 2015

Sengguruh, Kerajaan Otonom di Penghujung Masa Hindu-Buddha (2)

B. Sumber dan Data Kerajaan Seungguruh

Sumber data tekstual yang memberitakan tentang kerajaan Sengguruh sangat terbatas. Serat Kanda hanya memuat sekilas tentang Sengguruh dan Pa(-malang). Begitu pula Babad Sengkala. Informasi cukup rinci justru di dapat dalam legenda lokal “Sengguruh dan Gibik” (Codex Lor No. 3035), yang termaktub dalam buku berseri (4 jilid) karya Th. G. Th. Pigeaud, terbit 1967-1980, dengan judul 
Literature of Java’. Kedua tradisi lisan (oral traditions) itu saling kait. Apabila pemberitaannya berupa tradisi lisan, maka pertanyaannya adalah ‘apakah kerajaan Sengguruh fiksi atau faktual adanya?’. Sayang sekali riset arkeologis dan historis terhadapnya sejauh ini amat kurang, sehingga kerajaan Sengguruh masih dalam keremangan sejarah, bahkan nyaris merupakan misteri masa lampau. Beruntung sejak tahun 1990-an ada upaya untuk menelisik sumber-sumber data lain, diantaranya sumber data arkeologis (artefak-tual) dan ekofaktual guna mencerahkan dan membuktikan bahwa kerajaan Sengguruh bukan sekedar legenda, melainkan faktual adanya.

21 Maret 2015

Sengguruh, Kerajaan Otonom di Penghujung Masa Hindu-Buddha (1)

A. Petanda Akhir Masa Hindu-Buddha

Bilamana masa Hindu-Buddha berakhir? Banyak ahli menjadikan tarikh keruntuhan Majapahit sebagai petanda bagi akhir masa Hindu-Buddha. Jika benar demikian, 'bagaimana kerajaan Majapahit runtuh?' Ada dua eksponen pendapat, yaitu: (1) 1478 Masehi, (2) antara 1518 hingga 1521 Masehi. Pendapat pertama mendasarkan berita tradisi seperti Pararaton (hal. 229-230), Serat Kanda, Babad ing Sengkala dan Serat Darmagandul, yang menyatakan bahwa Majapahit runtuh lantaran serangan Demak pada pemerintahan Raden Patah. Tarikh keruntuhan dinyatakan Pararaton dengan menggunakan candrasangkala lombo berbunyi 'sirna (0) ilang (0) kreta (4) ning bhumi (1)', yang menunjuk tarikh Saka 1400 (1478 M).