C. Menelisik Istana Sengguruh yang Raib
Jejak sosio-budaya masa lampau tidak senantiasa hadir lengkap dan jelas pada masa sekarang. Sebaliknya lebih sering tinggal berupa reruntuhan yang tak lengkap, fargmentaris, bahkan nyaris musnah. Kemungkinan terakhir ini menimpai kerajaan Sengguruh, yang sebenarnya terbilang besar dan kuat untuk ukuran jamannya (XVI M). Sejauh telah ditemukan di permukaan tanah, data artefaktual di dapati di dua lokasi, yakni di makam Desa Jenggolo serta di tempat yang tidak jauh (200-400 meter) dari pertemuan (tempuran) Kali Metro dan Brantas, yang masuk dalam wilayah Desa Jenggolo.
Pada makam umum Desa Jenggolo tak sedikit ditemukan bata-bata kuno. Kini banyak yang dalam kondisi terbongkar akibat penggalian liang lahat. Meski tinggal sedikit, ada pula membentuk struktur, utamanya di sebelah utara lorong jalan pembelah ereal makam. Selain itu di dapati satu hingga dua buah sumur kuno, sebuah lumpang batu ukuran besar dan fragmen lumpang batu ukuran kecil, sebuah umpak batu dan fragmen gerabah non-glasir di permukaan tanah. Terdapat pula makam Mbah Rekso, yang diperlengkapi dengan jirat dan nisan bergaya lama (sayang permukaannya di cat putih), dinaungi cungkup bergaya arsitektur Indis dibangun tahun 1887. Di muka cungkup tegak berdiri pohon kuno dan langka ‘nagasari’, empat buah nagasari lainnya berada di tempat berbeda dalam areal makam Desa Jenggolo. Tidak seluruh artefak di makam Desa Jenggala berasal dari Masa Hindu-Buddha, namun ada pula yang berasal dari Masa Perkembangan Islam. Hal ini menjadi petunjuk bahwa tinggalan arkeologi di makam Desa Jenggolo berasal dari lintas masa.
Makam Islam kuno juga dijumpai di situs Krapyak. Yang menarik dan penting di situs ini adalah adanya dua buah umpak (pelandas tiang) dari batu andesit yang ornamentik. Sebuah umpak dengan ukuran dan bentuk yang sama ditemukan sekitar 100 m di selatannya, yang dulu satu unit dengan umpak di situs Krapyak, yang bila lengkap berjumlah empat buah atau kelipatannya. Menilik pahatan di permukaan umpak berbentuk kelopak-kelopak kuncup bunga teratai (dipancung di bagian atasnya sebagai tataan tiang), tentu bukanlah umpak dari bangunan biasa, melainkan umpak untuk bangunan rumah yang tegolong penting. Pertanyaan yang mencuat adalah ‘apakah bangunan itu adalah bangunan utama di areal terdalam (jeroan) kompleks keraton Sengguruh, yang konon difungsikan sebagai pelandas soko guru (tiang pokok) dari suatu bangunan bertipe joglo?’
Hipotetsis bahwa di sekitar situs Krapyak terdapat areal yang dikelilingi pagar bata terdukung oleh adanya reruntuhan dan struktur bata membujur timur-barat menuju aliran Kali Metro. Jika benar merupakan pagar kompleks keraton, tepatnya pagar areal dalam (jeroan), tentu temuan ini hanya salah satu sisi pagar keliling. Sayang sekali, telah bertruk-truk bata kuno reruntuhan pagar keraton itu diangkut keluar situs. Serakan bata-bata kuno juga banyak di dapati di persawahan sekitarnya, yang muncul ke permukaan ketika pengerjaan lahan untuk penanaman padi dan tebu. Melalui penelitian arkeologi yang seksama di sekitar tempuran Kali Metro dan Brantas, bukan tidak mungkin jejak kadatwan Sengguruh yang raib itu dapat dibuktikan dan kegelapan sejarahnya bisa dicerahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar